Jumat, 17 Juni 2016

Economic Effeciency

 


Chandrasekar, V., and Gopal, N., 2015. Economic Efficiency of Ring Seiners Operated off Munambam Coast of Kerala Using Data Envelopment Analysis. Agricultural Economic Research Review Vol. 28(1): 171 – 177.

Abstrak
Penelitian ini telah menghadirkan efesiensi ekonomi, yang memasukkan efesiensi alokasi dan teknis, dari pukat cincin (purse seine) yang dioperasikan di lepas pantai pelabuhan perikanan Munambam di Kerala. Model yang digunakan adalah berorientasi input Constant Return to Scale (CRS) Data Envelopment Analysis (DEA) dengan satu output dan lima variabel input. Analisis didasarkan pada sampel 300 trip (perjalanan) kapal purseine. Hasil-hasil minimalisasi orientasi input CRS DEA telah menunjukkan bahwa rata-rata efesiensi teknis dan efesiensi alokasi kapal purseine yang dioperasikan di lepas pesisir pantai Munambam adalah masing-masing 53 persen dan 76 persen. Efesiensi ekonomi keseluruhan kapal purseine telah ditemukan menjadi 40 persen, yang berkiasar dari 14.62 persen samai 100 persen untuk individu DMUs (Decision Making Units). Studi ini telah menemukan bahwa biaya bahan bakar tertinggi (68%) dari total biaya operasional.
Kata Kunci: efesiensi penggunaan input, analisis data envelopment, efesiensi teknis, program liniear, efesiensi ekonomi, kapal purseine, Kerala.

Hasil Review

Makalah ini mengkaji penggunaan metode Data Envelop Analysis (DEA) dan mengasumsikan pendekatan yang berorientasi terhadap input Constant Return to Scale (CRS) yang digunakan untuk mengkaji efesiensi ekonomi pada kapal-kapal perikanan pukat cincin (purse seine) yang dioperasikan di Lepas Pesisir Pantai Munamabam yang didaratkan hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Munamabam, Kabupaten Enakulam, Negara Bagian Kerala, India. Pengkajian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa aktivitas perikanan tersebut memberikan peran sekitar 56 persen dari produksi perikanan di Negara bagian tersebut. Oleh begitu besarnya pengaruh perikanan tersebut, maka diperlukan kajian untuk melihat tingkat efesiensi alokasi dari input-input dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan decision-making unit (DMU) atas armada perikanan tersebut dengan tingkat harga tertentu pada output yang diharapkan untuk meminimalisasi biaya-biaya produksi. Hasil kajiannya dibuatkan dalam bentuk persentasi yang paling dalam meminimalisasi biaya yang berkaitan dengan efesiensi teknis utama dan alokasi sumberdaya.
Data dikumpulkan pada 15 kapal pukat cincin yang beroperasi dari bulan Juli 2009 hingga 2012 dengan jumlah trip secara keseluruhan adalah 300 kali. Setiap kapal dipertimbangkan sebagai suatu DMU. Informasi mengenai penangkapan ikan dan penggunaan input dikumpulkan dari para nahkoda kapal-kapal tersebut. Jumlah penangkapan ikan diambil sebagai variabel output dan variabel inputnya terdiri atas ukuran kapal (panjang dalam satuan kaki), bahan bakar (liter), jumlah kru kapal (jumlah) dan jumlah perjalanan (trip). Untuk menghitung efesiensi biaya, biaya-biaya input tersebut diperhitungkan dalam kajian tersebut. Selanjutnya, berdasarkan pada observasi di lapangan, armada penangkapan tersebut berukuran 60-78 kaki yang dipasangi dengan mesin-mesin yang dipasang di dalam kapal sebagai alat penggerak. Jumlah kru kapal rata-rata sebanyak 44 orang. Koefisien korelasi antara panjang kapal dan konsumsi bahan bakar adalah 0,09 dan dengan jumlah kru kapal adalah 0,13. Sedangkan koefisien korelasi antara jumlah bahan bakar yang digunakan dan jumlah kru kapal adalah 0,16.
Model DEA merupakan sebuah pendekatan penentuan, non-parametrik yang sifatnya digunakan untuk mengukur efesiensi. Pendekatan DEA dibangun menggunakan metode linear programming. Istilah envelopment diturunkan dari frontier produksi yang membungkus seperangkat observasi. Masing-masing DMU, input dan output yang diberikan diperhitungkan dan nilai skor efesiensi bagi DMU pertama dicapai, nilai yang ≤ 1, dengan nilai 1 mengindikasikan sebuah titik pada frontier. Oleh karena itu sebuah DMU efesien secara teknis.
Istilah ‘efesiensi’ merupakan kemampuan sebuah perusahaan untuk memperoleh output maksimum (minimum) input dari set input (output) yag ditentukan, dimana efesiensi biaya membutuhkan pencapaian biaya yang rendah mungkin, harga-harga saat ini yang diberikan dan output perusahaan. Rasio harga input dicerminkan oleh kemiringan iso-cost-line NN’ dan kurva garis yang menghubungkan titik-titik dari A sampai ke M DMUs merupakan garis paling luar. Konsep frontier sangat penting bagi analisis efesiensi karena mengukur efesiensi sebagai jarak relatif terhadap frotier. Selanjutnya, DMUs seperti B, D, G, I dan K yang secara teknis tidak efisien, mengoperasikan titik-tik dalam interior dari kawasan yang terbentuk, sementara DMUs yang secara efisien relatif mengoperasikan kira-kira sepanjang teknologi yang didefenisikan oleh frontier.


Sehingga setiap paket input sepanjang garis frontier dipertimbangkan secara efisiensi teknis. Sementara titik-titik di atas dan sebelah kanan dari frontier merupakan produsen yang secara teknis tidak efisien, contoh DMU menghasilkan jumlah output yang sama, namun dengan sejumlah besar dari kedua input. Sebagai contoh, pada titik G mengukur efesiensi radial yang mengidentifikasi dua titik G1 dan G2. Mendefenisikan ‘efesiensi teknis’, ‘efesiensi alokasi’ dan ‘efesiensi biaya’ masing-masing Interaksi antara kedua efesiensi teknis (TE) dan efesiensi alokasi (AE) tersebut, membentuk keseluruhan efesiensi ekonomi (EE), yang dihitung sebagai persamaan (1) berikut ini:

 
Setiap observasi memasukan satu output, contohnya total jumlah ikan yag tertangkap (Y) per perjalanan dalam kilogram. Dalam kategori input, enam variabel dimasukkan, dan variabel ini terdiri atas : panjang kapal (X1) dalam ukuran kaki, jumlah ABK (X2), jumlah hari perjalanan dalam menangkap (X3) dalam hari per trip, bahan bakar yang digunakan (X4) dalam liter, minyak tanah yang digunakan (X5) dalam liter dan jumlah pelumas (X6) dalam liter. Harga unit dari enam input tersebut juga digunakan dalam perhitungan fungsi biaya-DEA. Dengan pendekatan ini, model CRS digunakan pada data dengan orientasi input. Dalam model DEA berorientasi input, datanya adalah enam input (K) dan satu output (M) pada setiap N kapal penangkap ikan tersebut, setiap kapal penangkap ikan tersebut secara teknis disebut dengan suatu DMU. Menggunakan pendekatan program linier untuk menurunkan bentuk gabungan model DEA berorientasi input, efesiensi teknis diperoleh dengan persamaan (2):

dimana, θ merupakan sebuah scalar dan  merupakan sebuah konstrain fektor N x 1. Bentuk gabungan ini melibatkan beberapa konstrain dari pada bentuk ganda [(K+M)<(N+1)], nilai dari θ merupakan skor efesiensi bagi DMU ke-i. akan memuaskan bila θ≤1, dengan sebuah nilai 1 mengindikasikan sebuah titik pada bagian luar dan karena sebuah DMU efesien secara teknis, menurut defenisi Farrell (1957). Untuk menghitung efesiensi biaya, harga-harga dari enam jenis input tersebut digunakan untuk mengkaji tingkah laku objektif, seperti minimalisasi biaya atau maksimalisasi keuntungan. Bentuk matematika dari minimalisasi biaya DEA ditampilkan dalam persamaan (3) yang dapat digunakan:




dimana wi merupakan vector harga-harga input bagi DMU ke-i dan xi* merupakan vector minimalisasi biaya dari jumlah input bagi DMU ke-I, diberikan harga input wi dan tingkat output yi. Total efesiensi biaya (CE) atau efesiensi ekonomi dari DMU ke-I dihitung dengan persamaan (4):


Itu merupakan rasio biaya minimum dan biaya yang dikaji. Penggunaan persamaan (1), efesiensi alokasi (AE) dapat dihitung dengan :
AE = CE/TE

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien elastitisitas harga bagi jumlah tangkapan (εp) adalah 0.38. Nilai ini lebih besar dari pada nol dan kurang dari sau, yang berarti bahwa respon harga terhadap ketersediaan ikan adalah kurang elastis. Penurunan garis kecenderungan linier mirip dengan sebuah kurva jenis permintaan contohnya jumlah tangkapan ikan yang berkebalikan terhadap harganya (seperti dalam persamaan 5).

Q = 2531.9 – 45.907 (P)……………….. (5)

Biaya operasional dari pengoperasioan kapal purseine di lepas pelabuhan Munambah yang tersusun atas R 17.757 dimana biaya bahan bakar adalah 68 persen dan termasuk biaya solar, minyak tanah dan pelumas yang mendekati R 12000 per operasi penangkapan. Setelah dikurangi biaya operasi dari nilai gross alat tangkap tersebut, nilai bersih dari penangkapan ikan diperoleh. Pembagian upah normal yang dikaji dalam sektor kapal pursseine  diantara tenaga kerja dan pemilik kapal adalah 40:60. Berdasarkan pada rasio ini, pemilik kapal menerima R5700, dimana bagi hasil tenaga kerja adalah R 4500 per trip. Nilai tersebut dibagi oleh sekitar 40 anggota tenaga kerja dari kapal tersebut dan selanjutnya bagi hasil tersebut bagi setiap anggota tenaga kerja sangat rendah.
Analisis menunjukkan bahwa rata-rata tingkat efesiensi teknis (θ) kapal purseine yang beroperasi di lepas pesisir pantai Munambam adalah 0.53, yang berarti bahwa, rata-rata kapal purseine tersebut menangkap ikan sekitar 53 persen. Dari tingkat potensi produksi perbatasan pada keadaan teknologi saat ini dan tingkat-tingkat input. Mengindikasikan bahwa kapal-kapal tersebut seharusnya dapat menurunkan input-inputnya sebesar 47 persen dan masih akan memiliki tingkat produksi yang sama. Kapal-kapal tersebut secara komparatif menggunakan banyak input daripada yang seharusnya termasuk ukuran kapal, jumlah tenaga kerja (ABK), bahan bakar, dan lain-lain dalam kaitannya dengan kuantitas tangkapan (produksi).
Skor efesiensi teknis individual DMUs berkisar dari 0.17 sampai 1 dan 3 DMUs memiliki suatu skor TE setara dengan 1. Efesiensi alokasi berkaitan dengan alokasi input vis-à-vis dengan harganya, sehingga untuk meminimalkan biaya produksi, dan berada sekitar 76 persen dari keseluruhan, dengan efesiensi individual berkisar dari 25 persen sampai 100 persen. Efesiensi biaya berkisar dari 15 persen sampai 100 persen bagi individu DMUs. Para pengambil kebijakan dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan skala ekonomi dan mengembangkan keahlian tenaga kerja yang akan mengarah kepada tingkat efesiensi yang lebih tinggi diantara kapal penangkap ikan purseine yang digunakan di pesisir pantai Munambam.
Salah satu ukuran penting dari efesiensi adalah efesiensi biaya (CE). Secara normal, nilai CE sebanding dengan atau kurang dari 1. Hasil-hasil tersebut mengungkapkan bahwa keseluruhan efesiensi biaya sekitar 0.40 \yang kurang dari 1. Ini mengindikasikan terlalu banyak input yang digunakan dalam pengoperasian kapal penangkap ikan purseine di lepas pantai pesisir Munambam dan juga kesalahan alokasi sejumlah campuran input dalam kaitannya dengan biaya input. Menyarankan bahwa efesiensi jangka panjang dapat ditingkatkan melalui pengelolaan alokasi sumberdaya yang sesuai. Tiga DMUs (individual kapal pukat cincin) telah menunjukkan lebih dari 50 persen efisiensi biaya dan utamanya DMU ke-I titik ideal merupakan salah satu DMU yang diobservasi dengan efesiensi biaya yang setara dengan 1.

Kesimpulan dari makalah ini menyatakan bahwa penggunaan sumberdaya dan pengawasan penggunaan input yang berkaitan dengan keperluan bagi peningkatan efesiensi penggunaan sumberdaya yang tinggi, keadaan-keadaan praktis dipelajari bahwa sumberdaya produktif atau input secara umum digunakan secara optimal mungkin, tergantung pada faktor-faktor seperti kompetisi dalam sektor tersebut dan ketersediaan sumberdaya. Para nelayan cenderung menggerakkan alat tangkap dan kapal yang lebih besar dan penggunaan tenaga yang lebih besar untuk meningkatkan kompetisi. Dalam jangka panjang cenderung menjadi tidak ekonomis dan mungkin saja berdampak kerugian. Aspek keberlanjutan jangka panjang harus dipikirkan bagi pembuatan keputusan tersebut dan kemudian kebutuhan untuk alokasi sumberdaya secara efektif. Dasar asumsi dalam DEA merupakan efesiensi ini dalam pengalokasian sumberdaya.
DEA telah mengungkapkan bahwa ketidakefisienan teknis yang ada dari 47 persen dalam penggunaan input. Ini berarti bahwa ada penggunaan yang berlebihan input dan dapat diturunkan untuk memperoleh tingkat maksimum output. Selanjutnya, ada ketidakefisienan alokasi yang dihitung dalam biaya input sekitar 24 persen dan ini dapat juga diturunkan untuk memperoleh keuntungan dengan meminimalisasi biaya tersebut. Dua ketidakefisienan ini harus dikoreksi untuk memperoleh 100 persen keseluruhan efisiensi dari alat tangkap purseine dalam DMUs. Kemudian keseluruhan efesiensi ekonomi dari alat tangkap tersebut adalah 40 persen. Kajian ini mengindikasikan bahwa upaya optimal hampir dua kali lipat yang sedang digunakan dengan pengoperasian kapal purseine di lepas pesisir pantai Munambam yang akan tidak ekonomis atau tidak layak dalam jangka panjang. Monitoring dan pengelolaan dapat mengarah kepada penggunaan input  yang lebih baik bahkan dengan memperoleh tingkat produksi yang sekarang, dibandingkan dengan biaya bahan bakar sendiri yang membentuk 68 persen dari keseluruhan biaya operasional, karena penggunaan mesin-mesin bertenaga tinggi dan peningkatan biaya-biaya bahan bakar.

Pendapat

Pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya sumberdaya perikanan tangkap merupakan sumberdaya yang membutuhkan penggunaan teknologi dalam menggunakan sumberdaya tersebut agar dapat menggerakkan ekonomi baik kepada maupun kepada kegiatan ekonomi turunannya yang melibatkan berbagai sumberdaya. Dalam pemanfaatan sumberdaya tersebut, membutuhkan berbagai input produksi tergantung pada seberapa besar alat tangkap yang digunakan dan jumlah hasil tangkapan ataupun output yang diharapkan. Input-input produksi tersebut memberikan pengaruh terhadap biaya produksi dan tingkat keuntungan (benefit) atas armada yang beroperasi. Makalah yang ditulis oleh Chandrasekar and Gopal (2015) telah menggambarkan penggunaan input-input produksi dengan jumlah biaya tertentu memberikan pengaruh terhadap hasil atau output yang diharapkan dengan menggunakan metode perbandingan antara masing-masing input yang menjadi kajiannya. Contoh yang diberikan sangat sesuai dalam melihat seberapa besar perbandingan antara perbandingan input dengan hasil yang diharapkan. Terakhir, bahwa dengan mengetahui perbandingan input yang sesuai akan menghasilkan tingkat output yang lebih relevan dalam memanfaatkan sumberdya sehingga menciptakan tingkat efesiensi yang optimum bagi parusahaan. 

Jumlah perbandingan antara input dengan tingkat output yang diharapkan akan menghasilkan pemanfaatan yang optimum dalam menggunakan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia maupun sumberdaya teknologi yang dibutuhkan dalam menggerakkan produksi suatu kegiatan ekonomi khususnya di sektor perikanan dan kelautan. Jumlah input yang diberikan sesuai dengan ketersediaan biaya atau investasi yang dialokasikan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi tersebut. Seorang manager di sektor pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut harus mampu menunjukkan keahlian dalam menciptakan penggunaan sumberdaya yang maksimum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir berdasarkan pada pemanfaatan sumberdaya yang sesuai.