Chandrasekar, V.,
and Gopal, N., 2015. Economic Efficiency of Ring Seiners Operated off Munambam
Coast of Kerala Using Data Envelopment Analysis. Agricultural Economic Research
Review Vol. 28(1): 171 – 177.
Abstrak
Penelitian
ini telah menghadirkan efesiensi ekonomi, yang memasukkan efesiensi alokasi dan
teknis, dari pukat cincin (purse seine)
yang dioperasikan di lepas pantai pelabuhan perikanan Munambam di Kerala. Model
yang digunakan adalah berorientasi input Constant
Return to Scale (CRS) Data Envelopment Analysis (DEA) dengan satu output
dan lima variabel input. Analisis didasarkan pada sampel 300 trip (perjalanan)
kapal purseine. Hasil-hasil minimalisasi orientasi input CRS DEA telah
menunjukkan bahwa rata-rata efesiensi teknis dan efesiensi alokasi kapal
purseine yang dioperasikan di lepas pesisir pantai Munambam adalah
masing-masing 53 persen dan 76 persen. Efesiensi ekonomi keseluruhan kapal
purseine telah ditemukan menjadi 40 persen, yang berkiasar dari 14.62 persen
samai 100 persen untuk individu DMUs (Decision
Making Units). Studi ini telah menemukan bahwa biaya bahan bakar tertinggi
(68%) dari total biaya operasional.
Kata Kunci: efesiensi penggunaan
input, analisis data envelopment, efesiensi teknis, program liniear, efesiensi
ekonomi, kapal purseine, Kerala.
Hasil Review
Makalah
ini mengkaji penggunaan metode Data
Envelop Analysis (DEA) dan mengasumsikan pendekatan yang berorientasi
terhadap input Constant Return to Scale
(CRS) yang digunakan untuk mengkaji efesiensi ekonomi pada kapal-kapal perikanan
pukat cincin (purse seine) yang
dioperasikan di Lepas Pesisir Pantai Munamabam yang didaratkan hasil
tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Munamabam, Kabupaten Enakulam, Negara
Bagian Kerala, India. Pengkajian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa aktivitas
perikanan tersebut memberikan peran sekitar 56 persen dari produksi perikanan
di Negara bagian tersebut. Oleh begitu besarnya pengaruh perikanan tersebut,
maka diperlukan kajian untuk melihat tingkat efesiensi alokasi dari input-input
dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan decision-making unit (DMU) atas armada perikanan tersebut dengan
tingkat harga tertentu pada output yang diharapkan untuk meminimalisasi
biaya-biaya produksi. Hasil kajiannya dibuatkan dalam bentuk persentasi yang
paling dalam meminimalisasi biaya yang berkaitan dengan efesiensi teknis utama
dan alokasi sumberdaya.
Data
dikumpulkan pada 15 kapal pukat cincin yang beroperasi dari bulan Juli 2009
hingga 2012 dengan jumlah trip secara keseluruhan adalah 300 kali. Setiap kapal
dipertimbangkan sebagai suatu DMU. Informasi mengenai penangkapan ikan dan
penggunaan input dikumpulkan dari para nahkoda kapal-kapal tersebut. Jumlah
penangkapan ikan diambil sebagai variabel output dan variabel inputnya terdiri
atas ukuran kapal (panjang dalam satuan kaki), bahan bakar (liter), jumlah kru
kapal (jumlah) dan jumlah perjalanan (trip). Untuk menghitung efesiensi biaya,
biaya-biaya input tersebut diperhitungkan dalam kajian tersebut. Selanjutnya,
berdasarkan pada observasi di lapangan, armada penangkapan tersebut berukuran
60-78 kaki yang dipasangi dengan mesin-mesin yang dipasang di dalam kapal
sebagai alat penggerak. Jumlah kru kapal rata-rata sebanyak 44 orang. Koefisien
korelasi antara panjang kapal dan konsumsi bahan bakar adalah 0,09 dan dengan
jumlah kru kapal adalah 0,13. Sedangkan koefisien korelasi antara jumlah bahan
bakar yang digunakan dan jumlah kru kapal adalah 0,16.
Model
DEA
merupakan sebuah pendekatan penentuan, non-parametrik yang sifatnya digunakan
untuk mengukur efesiensi. Pendekatan DEA dibangun menggunakan metode linear
programming. Istilah envelopment diturunkan dari frontier produksi yang
membungkus seperangkat observasi. Masing-masing DMU, input dan output yang
diberikan diperhitungkan dan nilai skor efesiensi bagi DMU pertama dicapai,
nilai yang ≤ 1, dengan nilai 1 mengindikasikan sebuah titik pada frontier. Oleh
karena itu sebuah DMU efesien secara teknis.
Istilah ‘efesiensi’
merupakan kemampuan sebuah perusahaan untuk memperoleh output maksimum
(minimum) input dari set input (output) yag ditentukan, dimana efesiensi biaya
membutuhkan pencapaian biaya yang rendah mungkin, harga-harga saat ini yang
diberikan dan output perusahaan. Rasio harga input dicerminkan oleh kemiringan
iso-cost-line NN’ dan kurva garis yang menghubungkan titik-titik dari A sampai
ke M DMUs merupakan garis paling luar. Konsep frontier sangat penting bagi
analisis efesiensi karena mengukur efesiensi sebagai jarak relatif terhadap
frotier. Selanjutnya, DMUs seperti B, D, G, I dan K yang secara teknis tidak
efisien, mengoperasikan titik-tik dalam interior dari kawasan yang terbentuk,
sementara DMUs yang secara efisien relatif mengoperasikan kira-kira sepanjang
teknologi yang didefenisikan oleh frontier.
Sehingga setiap paket
input sepanjang garis frontier dipertimbangkan secara efisiensi teknis.
Sementara titik-titik di atas dan sebelah kanan dari frontier merupakan
produsen yang secara teknis tidak efisien, contoh DMU menghasilkan jumlah
output yang sama, namun dengan sejumlah besar dari kedua input. Sebagai contoh,
pada titik G mengukur efesiensi radial yang mengidentifikasi dua titik G1 dan
G2. Mendefenisikan ‘efesiensi teknis’, ‘efesiensi alokasi’ dan ‘efesiensi
biaya’ masing-masing . Interaksi antara
kedua efesiensi teknis (TE) dan efesiensi alokasi (AE) tersebut, membentuk
keseluruhan efesiensi ekonomi (EE), yang dihitung sebagai persamaan (1) berikut
ini:
Setiap observasi
memasukan satu output, contohnya total jumlah ikan yag tertangkap (Y) per
perjalanan dalam kilogram. Dalam kategori input, enam variabel dimasukkan, dan
variabel ini terdiri atas : panjang kapal (X1) dalam ukuran kaki, jumlah ABK
(X2), jumlah hari perjalanan dalam menangkap (X3) dalam hari per trip, bahan
bakar yang digunakan (X4) dalam liter, minyak tanah yang digunakan (X5) dalam
liter dan jumlah pelumas (X6) dalam liter. Harga unit dari enam input tersebut
juga digunakan dalam perhitungan fungsi biaya-DEA. Dengan pendekatan ini, model
CRS digunakan pada data dengan orientasi input. Dalam model DEA berorientasi
input, datanya adalah enam input (K) dan satu output (M) pada setiap N kapal
penangkap ikan tersebut, setiap kapal penangkap ikan tersebut secara teknis
disebut dengan suatu DMU. Menggunakan pendekatan program linier untuk
menurunkan bentuk gabungan model DEA berorientasi input, efesiensi teknis
diperoleh dengan persamaan (2):
dimana, θ merupakan sebuah scalar dan merupakan sebuah konstrain fektor N x 1.
Bentuk gabungan ini melibatkan beberapa konstrain dari pada bentuk ganda
[(K+M)<(N+1)], nilai dari θ merupakan skor efesiensi bagi DMU ke-i. akan
memuaskan bila θ≤1, dengan sebuah nilai 1 mengindikasikan sebuah titik pada
bagian luar dan karena sebuah DMU efesien secara teknis, menurut defenisi
Farrell (1957). Untuk menghitung efesiensi biaya, harga-harga dari enam jenis
input tersebut digunakan untuk mengkaji tingkah laku objektif, seperti
minimalisasi biaya atau maksimalisasi keuntungan. Bentuk matematika dari
minimalisasi biaya DEA ditampilkan dalam persamaan (3) yang dapat digunakan:
dimana wi merupakan vector
harga-harga input bagi DMU ke-i dan xi* merupakan vector
minimalisasi biaya dari jumlah input bagi DMU ke-I, diberikan harga input wi
dan tingkat output yi. Total efesiensi biaya (CE) atau efesiensi
ekonomi dari DMU ke-I dihitung dengan persamaan (4):
Itu merupakan rasio biaya minimum dan
biaya yang dikaji. Penggunaan persamaan (1), efesiensi alokasi (AE) dapat
dihitung dengan :
AE = CE/TE
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa koefisien elastitisitas harga
bagi jumlah tangkapan (εp) adalah 0.38. Nilai ini lebih besar dari
pada nol dan kurang dari sau, yang berarti bahwa respon harga terhadap ketersediaan
ikan adalah kurang elastis. Penurunan garis kecenderungan linier mirip dengan
sebuah kurva jenis permintaan contohnya jumlah tangkapan ikan yang berkebalikan
terhadap harganya (seperti dalam persamaan 5).
Q = 2531.9 – 45.907 (P)……………….. (5)
Biaya operasional dari pengoperasioan
kapal purseine di lepas pelabuhan Munambah yang tersusun atas R 17.757 dimana
biaya bahan bakar adalah 68 persen dan termasuk biaya solar, minyak tanah dan
pelumas yang mendekati R 12000 per operasi penangkapan. Setelah dikurangi biaya
operasi dari nilai gross alat tangkap tersebut, nilai bersih dari penangkapan
ikan diperoleh. Pembagian upah normal yang dikaji dalam sektor kapal
pursseine diantara tenaga kerja dan
pemilik kapal adalah 40:60. Berdasarkan pada rasio ini, pemilik kapal menerima
R5700, dimana bagi hasil tenaga kerja adalah R 4500 per trip. Nilai tersebut
dibagi oleh sekitar 40 anggota tenaga kerja dari kapal tersebut dan selanjutnya
bagi hasil tersebut bagi setiap anggota tenaga kerja sangat rendah.
Analisis menunjukkan
bahwa rata-rata tingkat efesiensi teknis (θ) kapal purseine yang beroperasi di
lepas pesisir pantai Munambam adalah 0.53, yang berarti bahwa, rata-rata kapal
purseine tersebut menangkap ikan sekitar 53 persen. Dari tingkat potensi
produksi perbatasan pada keadaan teknologi saat ini dan tingkat-tingkat input.
Mengindikasikan bahwa kapal-kapal tersebut seharusnya dapat menurunkan
input-inputnya sebesar 47 persen dan masih akan memiliki tingkat produksi yang
sama. Kapal-kapal tersebut secara komparatif menggunakan banyak input daripada
yang seharusnya termasuk ukuran kapal, jumlah tenaga kerja (ABK), bahan bakar,
dan lain-lain dalam kaitannya dengan kuantitas tangkapan (produksi).
Skor efesiensi teknis
individual DMUs berkisar dari 0.17 sampai 1 dan 3 DMUs memiliki suatu skor TE
setara dengan 1. Efesiensi alokasi berkaitan dengan alokasi input vis-à-vis
dengan harganya, sehingga untuk meminimalkan biaya produksi, dan berada sekitar
76 persen dari keseluruhan, dengan efesiensi individual berkisar dari 25 persen
sampai 100 persen. Efesiensi biaya berkisar dari 15 persen sampai 100 persen
bagi individu DMUs. Para pengambil kebijakan dapat memainkan peran penting
dalam meningkatkan skala ekonomi dan mengembangkan keahlian tenaga kerja yang
akan mengarah kepada tingkat efesiensi yang lebih tinggi diantara kapal
penangkap ikan purseine yang digunakan di pesisir pantai Munambam.
Salah satu ukuran
penting dari efesiensi adalah efesiensi biaya (CE). Secara normal, nilai CE
sebanding dengan atau kurang dari 1. Hasil-hasil tersebut mengungkapkan bahwa
keseluruhan efesiensi biaya sekitar 0.40 \yang kurang dari 1. Ini
mengindikasikan terlalu banyak input yang digunakan dalam pengoperasian kapal
penangkap ikan purseine di lepas pantai pesisir Munambam dan juga kesalahan
alokasi sejumlah campuran input dalam kaitannya dengan biaya input. Menyarankan
bahwa efesiensi jangka panjang dapat ditingkatkan melalui pengelolaan alokasi
sumberdaya yang sesuai. Tiga DMUs (individual kapal pukat cincin) telah
menunjukkan lebih dari 50 persen efisiensi biaya dan utamanya DMU ke-I titik
ideal merupakan salah satu DMU yang diobservasi dengan efesiensi biaya yang
setara dengan 1.
Kesimpulan dari makalah
ini menyatakan bahwa penggunaan sumberdaya dan pengawasan penggunaan input yang
berkaitan dengan keperluan bagi peningkatan efesiensi penggunaan sumberdaya
yang tinggi, keadaan-keadaan praktis dipelajari bahwa sumberdaya produktif atau
input secara umum digunakan secara optimal mungkin, tergantung pada
faktor-faktor seperti kompetisi dalam sektor tersebut dan ketersediaan
sumberdaya. Para nelayan cenderung menggerakkan alat tangkap dan kapal yang
lebih besar dan penggunaan tenaga yang lebih besar untuk meningkatkan
kompetisi. Dalam jangka panjang cenderung menjadi tidak ekonomis dan mungkin
saja berdampak kerugian. Aspek keberlanjutan jangka panjang harus dipikirkan
bagi pembuatan keputusan tersebut dan kemudian kebutuhan untuk alokasi
sumberdaya secara efektif. Dasar asumsi dalam DEA merupakan efesiensi ini dalam
pengalokasian sumberdaya.
DEA telah mengungkapkan
bahwa ketidakefisienan teknis yang ada dari 47 persen dalam penggunaan input.
Ini berarti bahwa ada penggunaan yang berlebihan input dan dapat diturunkan
untuk memperoleh tingkat maksimum output. Selanjutnya, ada ketidakefisienan
alokasi yang dihitung dalam biaya input sekitar 24 persen dan ini dapat juga
diturunkan untuk memperoleh keuntungan dengan meminimalisasi biaya tersebut.
Dua ketidakefisienan ini harus dikoreksi untuk memperoleh 100 persen
keseluruhan efisiensi dari alat tangkap purseine dalam DMUs. Kemudian
keseluruhan efesiensi ekonomi dari alat tangkap tersebut adalah 40 persen.
Kajian ini mengindikasikan bahwa upaya optimal hampir dua kali lipat yang
sedang digunakan dengan pengoperasian kapal purseine di lepas pesisir pantai
Munambam yang akan tidak ekonomis atau tidak layak dalam jangka panjang.
Monitoring dan pengelolaan dapat mengarah kepada penggunaan input yang lebih baik bahkan dengan memperoleh
tingkat produksi yang sekarang, dibandingkan dengan biaya bahan bakar sendiri
yang membentuk 68 persen dari keseluruhan biaya operasional, karena penggunaan
mesin-mesin bertenaga tinggi dan peningkatan biaya-biaya bahan bakar.
Pendapat
Pemanfaatan
sumberdaya perikanan khususnya sumberdaya perikanan tangkap merupakan
sumberdaya yang membutuhkan penggunaan teknologi dalam menggunakan sumberdaya
tersebut agar dapat menggerakkan ekonomi baik kepada maupun kepada kegiatan
ekonomi turunannya yang melibatkan berbagai sumberdaya. Dalam pemanfaatan
sumberdaya tersebut, membutuhkan berbagai input produksi tergantung pada
seberapa besar alat tangkap yang digunakan dan jumlah hasil tangkapan ataupun
output yang diharapkan. Input-input produksi tersebut memberikan pengaruh
terhadap biaya produksi dan tingkat keuntungan (benefit) atas armada yang beroperasi. Makalah yang ditulis oleh Chandrasekar
and Gopal (2015) telah menggambarkan penggunaan input-input produksi dengan
jumlah biaya tertentu memberikan pengaruh terhadap hasil atau output yang
diharapkan dengan menggunakan metode perbandingan antara masing-masing input
yang menjadi kajiannya. Contoh yang diberikan sangat sesuai dalam melihat
seberapa besar perbandingan antara perbandingan input dengan hasil yang
diharapkan. Terakhir, bahwa dengan mengetahui perbandingan input yang sesuai
akan menghasilkan tingkat output yang lebih relevan dalam memanfaatkan
sumberdya sehingga menciptakan tingkat efesiensi yang optimum bagi parusahaan.
Jumlah
perbandingan antara input dengan tingkat output yang diharapkan akan
menghasilkan pemanfaatan yang optimum dalam menggunakan sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia maupun sumberdaya teknologi yang dibutuhkan dalam
menggerakkan produksi suatu kegiatan ekonomi khususnya di sektor perikanan dan
kelautan. Jumlah input yang diberikan sesuai dengan ketersediaan biaya atau
investasi yang dialokasikan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi tersebut. Seorang
manager di sektor pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut harus mampu menunjukkan
keahlian dalam menciptakan penggunaan sumberdaya yang maksimum dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pesisir berdasarkan pada pemanfaatan sumberdaya yang
sesuai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar